22 Agustus 2016

Full Day School Untuk Pembentukan Karakter


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, belum lama ini melontarkan gagasan full day school. Program ini memperpendek waktu di luar sekolah dan siswa mendapatkan tambahan jam untuk pendidikan karakter. Rencananya, gagasan ini akan menyasar sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. 
Pemerhati kebijakan publik UGM, Prof. Muhadjir Darwin, menilai positif terhadap wacana full day school ini. Menurutnya, gagasan terebut tepat diterapkan untuk pendidikan karakter anak. Terlebih, melihat kondisi bangsa saat ini yang menunjukkan adanya degradasi dan krisis moral di kalangan generasi muda.
“Gagasan full day school ini layak diterapkan untuk meminimalkan terpaan negatif yang berasal dari lingkungan luar sekolah. Anak-anak kegiatannya menjadi lebih terarah saat di sekolah,  mendapat pendidikan serta penguatan karakter,” paparnya, Jumat (12/8) di Kampus UGM. 
Muhadjir menjelaskan bahwa program full day school ini sudah banyak diterapkan di banyak negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan China. Hasilnya pun menunjukkan hal positif bagi perkembangan karakter anak. Dia mencontohkan anak-anak di China bersekolah sampai sore dan menginap di asrama. Mereka baru akan pulang seminggu sekali.
“Banyak muncul atlet-atlet bagus dari China, salah satunya karena dengan pendidikan full day scholl bisa mendeteksi bakat-bakat alami anak melalui jalur pendidikan,” tutur dosen FISIPOL UGM ini. 
Di Indonesia, program full day school ini telah diterapkan di sejumlah sekolah swasta. Hal ini telah berlangsung dalam beberapa dasawarsa terakhir.
“Program full day school ini bagus, tetapi dalam penerapannya harus dilakukan secara matang,” tandasnya.
Program full day school ini dikatakan Muhadjir,  nantinya dapat diujicobakan di beberapa sekolah negeri terutama di wilayah perkotaan yang memiliki kelengkapan sarana prasarana memadai. Selain itu, dengan program ini dapat membantu kesulitan orang tua di perkotaan yang umumnya bekerja seharian. 
“Orang tua memiliki kesibukan pekerjaan sampai sore. Dengan full day school anak selepas sekolah pukul 1 akan mengikuti ekstrakurikuler dan pulang bersamaan dengan orang tua, tidak langsung pulang tanpa pengawasan dari keluarga maupun sekolah,” paparnya. 
Dalam pelaksanaannya, kembali ditegaskan Muhadjir, sekolah diharapkan tidak memberikan tambahan pelajaran bagi anak. Namun, full day school dijalankan sesuai dengan arahan Mendikbud yaitu pemberian jam tambahan untuk kegiatan ekstrakulikuler. Misalnya, keterampilan, budi pekerti, olahraga, seni budaya dan lainnya. 
“Dengan begitu, hak-hak anak tidak akan berkurang. Mereka dapat bermain dan berkreativitas dalam kegiatan ekstrakurikuler ini,” terangnya. 
Kendati begitu, dibutuhkan pengkajian secara mendalam sebelum kebijakan ini diterapkan nantinya. Pasalnya, akan banyak bermunculan implikasi dalam pelaksanaan program ini salah satunya tambahan biaya misalnya untuk makan siang anak. 
“Perlu dipikirkan solusi agar biaya pendidikan yang timbul tidak tinggi,” ujarnya. 
Sementara itu, pemerhati perkembangan anak dari Fakultas Psikologi UGM, Dr. Maria Goretti Adiyanti, meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa menerapkan kebijakan program full day school bagi siswa SD dan SMP. Menurutnya, sebelum penerapan program perlu dilakukan riset dan kajian terlebih dahulu untuk menentukan target pendidikan, program apa yang akan dijalankan, kesiapan tenaga pendidikan, sarana prasaran, serta dalam hal pembiayaan dan lainnya. 
"Kalau untuk pembentukan karakter sebenarnya sudah ada dalam kurikulum sekolah, tidak harus melalui full day school," katanya. 
Maria menyampaikan bahwa gagasan ini baik untuk mengatasi persoalan hubungan antara orang tua yang bekerja seharian dengan anak. Namun begitu, dengan full day school ini membuat siswa terisolasi dari lingkungan dan teman sebaya mereka. Tidak hanya itu program ini akan mengurangi kesempatan siswa untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. 
"Di sekolah juga rentan terjadi kekerasan terhadap siswa, kalau seharian di sekolah juga sangat risakan terjadi bullying," tuturnya. 
Untuk itu perlu dicari bukti-bukti empiris terlebih dahulu sebelum kebijakan program full day school diterapkan. Apakah sudah terbukti memberikan hasil positif atau tidak terhadap pembentukan karakter siswa. 
"Kalau akan diterapkan benar-benar harus ada bukti keberhasilan pelaksanaan program ini apakah banyak berdampak positif bagi anak. Dan tentunya pelaksanannya juga harus ramah anak, ada waktu untuk bermain dan juga bersitirahat," pungkasnya. (Humas UGM/Ika)

Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/12286-full.day.school.untuk.pembentukan.karakter