05 Agustus 2016

Social Media Sebagai Pencitraan




Sekarang ini siapa siy yang ga punya sosial media dari mulai Facebook, Path, Instagram, Twitter, Linkedin sampai blog. Masing-masing dari kita mengisi sosial media dengan penuh macam rasa baik kebahagiaan, kesedihan hingga kegalauan. Tak menutup rasa malu untuk sekedar mengungkapkan perasaan hati dan sekedar mendapatkan like atau love.

Gembira rasanya saat status maupun picture yang kita upload di berikan jempol-jempol manis dan love yang buanyak. Sama halnya seperti menulis di blog, hal yang sama saya rasakan bahagia ketika ada yang mengomentari isi blognya syukur-syukur di komentarin dengan masukan sehingga menjadikan saya bisa menulis lebih baik lagi.

Namun sayangnya, alih-alih ingin berbagi justru mendapatkan kontra dari rekan yang tak sepemikiran. Tak pandai untuk menjelaskan berujung dengan UNFOLLOW berakhir UNFRIEND. Saya pribadi tentu pernah melakukan hahaha *maaf yang sudah saya unfriend* kalian rese kalau lagi laper.

Dalihnya adalah saya ga ingin banyak menuai kontroversi yang berujung sakit hati gara-gara perang status. Bukan masalahnya saya tak terima jika ada yang tak setuju dengan pemikiran maupun berita yang saya share tetapi justru ketika seseorang menampilkan attitude yang sebenarnya saat idenya tak selaras dengan orang lain. 

Dulu saat kali pertama saya mengenal Facebook tahun 2008, entahlah saya bisa terbilang alay dengan status "GEJE" ala-ala anak kekinian yang ga penting. Tapi sekedar lucu-lucuan ditanggapi oleh 4DL dia lagi, dia lagi...Menjadi permusuhan tentu tidak hanya saja ketika saya coba membuka memories yang lalu menjadi geli sendiri. Kenapa bisa se-alay ini lagi main di mall di update untung dulu ga ada tuh yang nyinyir kayak sekarang. *jadi kangen masa itu*. hahaha

Seiring berjalannya waktu teman saya di FB semakin banyak, saat ini tercatat hingga 3236 yang memang terdiri dari teman SD. teman SMP, teman SMU, teman kerja hingga guru maupun dosen serta orang-orang yang sempat saya interview bahkan rekan-rekan kerja yang kenalan dalam workshop kemudian menambahkan saya di list pertemanan. Awal mula hanya ada teman-teman dekat lama-lama teman yang hanya kenal di dunia maya. Sampai saat inipun masih banyak friend request yang belum saya approve hahaha (uda macam orang famous banyak yang nge-add).

Eksistensi saya saat ini mulai di rem, tak lagi membuat status yang menggambarkan kegalauan, keputusasaan, kemarahan ataupun kelebayan *uda insyaf* hahaha. Saya mulai menyadari ini terlebih saya sudah mempunyai seorang putri. Saya mulai belajar untuk tidak mengumbar yang menjadi masalah sensitif pribadi. 

Saya belajar dari seseorang yang statusnya penuh keluh dan kesah sementara ia sudah mempunyai seorang putri yang menginjak remaja. Ibu itu membuat status menjelekkan suaminya aduh pedih rasanya aib suami di umbar dan terbaca oleh semua orang khususnya anaknya. Saya ga bisa membayangkan bagaimana putrinya ketika membaca status ibunya. Akhirnya saya mencoba untuk buat status maupun upload gambar yang bisa bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.

Eksistensi di sosial media belum tentu mendatangkan hal baik jika kita tak pandai untuk mengelolannya. Cara saya dalam menjalani sosmed :

1. Be your self, saya pribadi kadang menginspirasi (huekk siapin baskom) dengan men-share hal-hal yang saya anggap bermanfaat ga hanya reminder buat saya tetapi juga buat orang lain. Kadang juga saya menyatakan ketidaksukaan dengan issue yang sedang kekinian, kadang saya upload foto atau status sekedar ingin update keberadaan saya dan posisi saat ini hahaha. Ya namanya juga saya wong biasa kadang bener kadang belok dikit hehehe.

2. Kembali ke niat dan tujuan dalam bersosmed, yang mau dibagikan untuk menyinyir, untuk menyindir, untuk memotivasi atau untuk menginspirasi?ingatlah tidak semua orang memahami apa yang kita bagikan dan tidak semua orang setuju dengan ide kita.

3. Selalu berpositif dalam pemikiran, jangan baper-an ada saudara bikin status dianggapnya nyindir kita, ada temen yang upload foto dianggap pamer.

4. Jangan jadi kompor, justru sebaliknya bertindak seperti air menenangkan, mengalir. Jadi ga perlu komen ga penting

Saya ga mau sosmed menjadikan pencitraan hingga akhirnya saya terjebak dalam ruang yang bukan menggambarkan diri saya sebenarnya. Menjalani apa adanya dan ga ingin terjadi kejenuhan karena pencitraan yang saya buat-buat sendiri. Dianggap menginspirasi bagi orang Alhamdulillah, dianggap sotoy ya sudahlah, dianggap pamer ya namanya juga persepsi orang lain. Beda kepala, beda pemikiran jadi beda pemahaman.

Akhirul kalam semoga kita bijak menggunakan sosmed bukan hanya sebagai sarana silaturahmi sampe sarana jualan tapi juga sebagai sarana informasi buat orang lain terlepas dari pencitraan. Ga enak loh pake topeng enaknya jadi diri sendiri.

Sumber : >>http://log.viva.co.id/news/read/805535-media-sosial--wadahnya-sebuah-pencitraan